Sepak Bola Tak Lebih Dari Nyawa
Kekhawatiran ibu dan harapan sore itu
"hati-hati, nak" sebagai bekal digenggam dalam saku
Jalanan riuh hiruk pikuk harapan kemenangan
Doa-doa dirapal berbalut pikiran kekalahan
Lingkar tangan, tanda masuk dipergelangan dan sapaan beton gagah menjulang
Nyaring perkusi dan aroma tribun selatan
Sorak sorai pada bola yang menyerempet jala gawang
Beberapa penyelamatan yang membuat tenang
Arem-arem dan tahu penghantar bait-bait nyanyian
Hasil akhir yang akan selalu dinantikan
Pulang,
Selesai, pertandingan tak sependek itu
Masih banyak harapan kemenangan dalam hari-hari yang penuh kekalahan
Masih banyak waktu tambahan yang bisa dihabiskan dalam meja makan bersama bapak
Masih banyak pergantian yang bisa dipakai untuk membalas kebaikan ibu
Pulang,
Selesai,
Redup lampu beriring tangis
Sunyi suara beriring luka
Kosongnya tribun beriring jatuhnya air mata
"Hati-hati, nak" tak bertemu senyuman pertanyaan pertandingan
Pulang,
Kalian bagian tak tergantikan.
Stanislaus Gandhang, Muhamad Iqbal, Asadullah Al Khairi, Tri Fajar Firmansyah, Aditya Eka Putranda
Namamu abadi, harum menyusur pada semangat dan teriakan kami
Melekat kuat pada pijakan-pijakan kaki dalam tribun ini
Lapanglah kubur dan terbukalah lebar jalan menuju surga indah itu
Dalam tebar bunga pekik tangis hati menggema
Mengulang ritual yang paling dibenci
Menggantar saudara ke ruang selanjutnya
Menghitam dalam pecah kesedihan
Meruam dalam perih yang berulang
Biadab sekali kalian yang tega melakukan
Takkan termaafkan
Terkutuklah mereka yang menelan mentah-mentah benci
Yang kenyang otaknya dengan untaian caci maki
Hingga tega berbuat keji dengan sangkur dan belati
Membabi buta menyerang yang tak berdosa
Merenggut nyawa di jalan raya
Bukan manusia
Dengan perih yang tertancap,
Semoga ini menjadi yang terakhir kalinya
Jangan ada lagi nyawa yang pergi karena berbeda warna
Jangan ada lagi Ibu yang menangisi anaknya karena sepak bola
By: Intelgoreng, GND