Post Image

Let's Kick Sexism Out From Our Tribune: Urgensi pelecehan seksual di dalam stadion

Southwest Campus Part of Campus Boys 1976 and Brigata Curva Sud menyelenggarakan diskusi bertajuk “Let’s Kick Sexism Out From Our Tribune: Urgensi pelecehan seksual di dalam stadion” pada Jumat, 8 juli 2022 yang membahas tentang isu kekerasan seksual yang terjadi di dalam dunia sepakbola khususnya suporter. Diskusi ini merupakan seri ke-2 dari rangkaian Southwest Talk. Diskusi yang berlangsung secara offline dan daring ini mengundang Pemateri: Bunga Khairina dari Campus Boys 1976, Nadin Sahasra dari Mahasiswa Fisipol UMY dan Aktivis Gender, serta Kharisma dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan dipandu oleh Bimonoisy, anggota Southwest Campus sebagai moderator.

Diskusi dimulai dengan pemaparan dari Bunga Khairina yang merupakan salah satu suporter perempuan. Ia menceritakan pada awalnya mendapatkan tekanan dari orangtua karena kekhawatiran mereka tentang stigma negatif dalam tubuh suporter yang cenderung pada tindak kekerasan dan mayoritas diisi oleh laki–laki. Namun tekanan tersebut tidak membuatnya surut dan malah membuatnya semakin tertantang untuk menjadi seorang suporter perempuan di antara banyaknya kaum laki-laki. Dalam kaitan dengan kekerasan seksual, dirinya pernah menjadi korban kekerasan seksual secara verbal yang saat ini biasa disebut dengan istilah catcalling. Pada awalnya ia bersikap tak acuh terhadap catcalling. Namun ternyata catcalling merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual, maka harus dilawan dan diberantas. Menurut Bunga, isu kekerasan seksual dalam dunia suporter sebenarnya sudah lama terjadi, akan tetapi kurangnya kepekaan dan edukasi menjadikan isu ini dibiarkan begitu saja. Pelecehan seksual harus kita lawan dimulai dari diri kita sendiri.

Dilanjutkan oleh Nadin Sahasra yang merupakan salah satu aktivis gender. Di bagian awal ia berusaha menyatukan pandangan para peserta diskusi yang hadir tentang konsepsi jenis kelamin dan gender. Nadin menjelaskan bahwa keduanya merupakan hal yang berbeda. Gender merupakan produk dari konstruksi sosial atau sesuatu yang dibangun di masyarakat, identik dengan sifat perempuan dan laki-laki. Perempuan diidentikan dengan sifat yang lemah lembut dan laki–laki diidentikan dengan sifat kuat, tegas. Sedangkan jenis kelamin merupakan hal yang berbau biologis atau kodrat dari Tuhan. 

Implikasi dari tidak dapat membedakan kedua hal tersebut adalah kekerasan seksual seperti ketika seorang laki–laki menganggap perempuan sebagai objek atau benda mati yang tidak punya pikiran, perasaan dan bisa diperlakukan semaunya.

Dalam kaitannya dengan kasus seorang perempuan yang mengatakan salah satu suporter dengan ungkapan "gondes" di laman Twitter beberapa waktu lalu, yang sangat ia sayangkan adalah komentar netizen yang malah keluar konteks dari kasus yang dibicarakan dan lebih mengarah kepada kekerasan seksual dalam bentuk doxing, yaitu mengungkapkan data pribadi seseorang dan masuk ke salah satu jenis kekerasan seksual yaitu KBGO ( Kekerasan Berbasis Gender Online ).

Dalam kasus lain kekerasan seksual yang terjadi pada salah satu suporter perempuan PSS Sleman yakni menormalisasi tindakan pelaku kekerasan seksual yang sedang dalam keadaan mabuk. Tentunya hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena perilaku tersebut sebenarnya sudah melekat di dalam diri pelaku. Kekerasan seksual terjadi ketika ketiadaan konsen atau kesepakatan antara kedua belah pihak, ketika seseorang merasa terpaksa atau tidak bisa memutuskan suatu tindakan dengan pikiran yang sadar dengan nyaman. Kaitannya dengan kekerasan seksual, korban kekerasan seksual cenderung takut dan memilih bungkam untuk melaporkan karena orang yang dilawan cenderung mempunyai relasi kuasa atau mempunyai kuasa yang lebih sehingga bisa mengintimidasi korban. Ketika ada kasus semacam itu lagi di kemudian hari, harapannya kawan-kawan Sleman Fans proaktif dalam melindungi korban.

Kharisma dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta menyebutkan bahwa kekerasan seksual dalam sepakbola tidak hanya terjadi di dalam stadion. Dalam menampilkan pertandingan secara visual terkadang seorang kameramen menampilkan tayangan yang terfokus pada objek fisik perempuan. Seorang sportcaster yang membawakan sebuah pertandingan bahkan terkadang jika dicermati tak jarang melakukan kekerasan seksual verbal dengan mengomentari hal-hal yang bernada seksisme. Tentunya hal tersebut merupakan sebuah komentar yang tidak penting untuk dikatakan ketika sedang siaran. Kharisma berpesan untuk mendesak para stakeholder terkait, baik dari suporter, klub, sampai operator liga untuk lebih aware terhadap kasus kekerasan seksual. Seperti operator liga membuat regulasi terkait kasus kekerasan seksual dengan menskorsing suporter atau klub yang terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual.

- Campusboys UMY